Batam // Krimsusnewstv.id – Aktivitas tambang galian batu cadas (galian C) yang sebelumnya sempat ditutup oleh aparat berwenang, kini diduga kembali beroperasi secara ilegal di lahan milik AH-K, yang berlokasi bersebelahan dengan Kampung Palembang, Batam.
Pantauan Krimsus News TV pada Sabtu (6/9/2025) sekitar pukul 14.35 WIB, terlihat alat berat mulai beroperasi di lokasi tersebut. Beberapa truk lori pengangkut material batu tampak jelas keluar masuk area tambang, mengangkut hasil galian. Aktivitas ini memicu keresahan warga setempat yang khawatir akan dampak lingkungan dan keselamatan akibat lalu lintas kendaraan berat yang hilir-mudik di sekitar permukiman.
Sebelumnya, lokasi tambang tersebut telah ditutup total oleh aparat karena dianggap melanggar peraturan perundang-undangan. Namun, kembalinya aktivitas tambang menimbulkan dugaan adanya praktik pembiaran atau permainan pihak tertentu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami sebagai warga di sini sangat terganggu, apalagi dengan banyaknya truk yang hilir mudik dan debu yang ditimbulkan. Ini sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan warga,”
ujar seorang warga setempat berinisial GT kepada Krimsus News TV, Minggu (7/9/2025).
Warga mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Krimsus Polda Kepri, segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan menghentikan aktivitas tambang yang diduga ilegal ini.
Dugaan Pelaku dari Kelompok Lama
Informasi sementara yang dihimpun menyebutkan bahwa pelaku aktivitas penambangan ini kemungkinan masih orang-orang yang sebelumnya terlibat sebelum penutupan, atau pihak baru yang memiliki hubungan dengan kelompok lama.
Situasi ini semakin memperkuat dugaan adanya jaringan bisnis ilegal yang beroperasi di balik aktivitas penambangan tanpa izin tersebut.
Dasar Hukum Tambang Ilegal
Aktivitas tambang tanpa izin resmi jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pasal 158 menyebutkan, “Setiap orang yang sengaja melakukan usaha pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.”
PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang menegaskan penambangan ilegal dapat dijerat pidana karena merusak lingkungan.
Sanksi yang diatur meliputi:
Sanksi administratif: pencabutan izin, penghentian kegiatan, dan kewajiban pemulihan lingkungan. Sanksi pidana: penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Instansi yang Bertanggung Jawab
Beberapa instansi yang seharusnya berperan dalam pengawasan dan penindakan aktivitas tambang ilegal di Batam dan Provinsi Kepulauan Riau, antara lain:
1. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepri – pemberi izin dan pengawasan kegiatan pertambangan.
2. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam dan Provinsi Kepri – terkait dampak lingkungan dan AMDAL.
3. Polda Kepri dan Polresta Barelang – penegak hukum pidana.
4. Kejaksaan Tinggi Kepri dan Krimsus Polda Kepri – penindakan tindak pidana pertambangan ilegal.
5. Satpol PP dan Pemerintah Kota Batam – pengawasan ketertiban umum dan penghentian aktivitas ilegal.
Desakan Masyarakat
Maraknya tambang galian C ilegal di Batam dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk longsor, pencemaran air, dan ancaman kesehatan akibat debu serta polusi. Masyarakat berharap pihak aparat tidak “tutup mata dan buta tuli”, serta segera mengambil langkah tegas.
Media Krimsus News TV akan terus melakukan konfirmasi kepada pihak aparat penegak hukum dan dinas terkait guna memastikan adanya tindakan nyata terhadap dugaan penambangan ilegal ini.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai ada pihak yang bermain mata demi keuntungan pribadi, sementara masyarakat dan lingkungan menjadi korban,”
Penulis : Andi Amiruddin
Editor : Redaksi